Selasa, 24 Mei 2016

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 7

7.       Sabtu, 10.30
Waktu di ruang rapat kementerian meteorology dan geofisika terasa sangat lambat. Bapak menteri lama sekali memberikan sambutan dan pengarahan. Dengan masih berkonsentrasi pada jalannya acara, Dr. Dhamar Wicaksono sesekali melirik arlojinya.
’24 jam!. Tak tahukan para pembesar ini, waktu sangat berharga’
Masih dilanjutkan pemaparan pergerakan lempeng bumi khususnya di pulau Jawa selama 5 tahun terakhir. Walau pun tidak banyak komentar yang keluar dari para peserta rapat, namun pemaparannya saja sudah membuat penantian yang tak kunjung datang!
‘Silahkan bapak ibu yang akan memberi usul atau tanggapan. Yak, saudara Dhamar, dipersilahkan’
Akhirnya!
‘Bapak ibu yang terhormat, perkenankan saya menyampaikan ini.’
Dhamar maju. Dimasukkannya memory-card mungil ke dalam computer yang sudah stand by  di meja. Ditunggunya sebentar sampai memory-card tersebut terbaca oleh computer. Setelah terbaca, nampak file berextention .jpeg. Sejurus kemudian diaktifkannya file-file tersebut. Secara runtut nampak gambar yang agak kurang jelas. Rupanya gambar itu adalah gambar scan dari satelit, mirip klise foto. Tidak jelas. Pulau Jawa. Semakin menyempit, gambar bergerak perlahan. Gambar mulai bergerak perlahan, menyamping permukaan bumi, nampak sembulan punggungan tanah tinggi, Gunung Merbabu. Masih hitam putih, gambar berikutnya memperlihatkan bulatan-bulatan seperti beberapa buah balon kecil warna putih di dalam sebuah benda mirip segitiga penyok-penyok hitam seperti nasi tumpeng. Ada sekitar 7 bulatan. Masih hitam putih.
‘Bapak dan Ibu, ini foto hasil penelitian teman saya Mike Brown. Bulatan putih adalah sejumlah gas panas yang terjebak di dalam bebatuan. Selama batuan tersebut stabil, artinya tidak mengalami keretakan, kita bisa duduk santai di atas gunung Merbabu. Namun, di saat batuan tersebut mulai retak dan memperbolehkan gas panas tersebut untuk keluar, maka sangat berbahaya untuk mendekatinya’.
Dr. Dhamar berjalan mendekati computer. Kembali ditarik keluar memori-card tersebut, dan digantinya dengan satu buah dari sakunya. Sekarang kembali terlihat tampilan di layar.  Masih terlihat gambar yang sama dengan tayangan sebelumnya, 7 bulatan putih kecil di dalam segitiga hitam mirip nasi tumpeng. Namun, kali ini terdapat sedikit perbedaan, di footer  tayangan tersebut tertulis angka ‘2007’
‘Permisi Dr. Dhamar, bukannya itu laporan gambar pemantauan tahun 2007 yang lalu? Sekarang kita sudah di tahun 2015,  bolehkan kami mengetahui keadaannya untuk tahun ini?’ salah satu ibu mewakili para peserta rapat yang bisik-bisik penasaran, mengajukan pertanyaan.
‘Tepat Ibu, dari mulai rapat tadi saya sudah cukup gelisah untuk menyampaikan ini. Yang bapak ibu saksikan tadi memang penelitian Saudara Brown tahun 2007, tepatnya 9 bulan setelah gempa dasyat DIY. Nah yang sekarang,’
Dr. Dhamar memencet remote pada tangannya sehingga slide berganti.
‘Ini yang tampak di tahun 2015. Sekarang.’

Apa yang tertayang di layar agak membingungkan para peserta rapat. Pada layar hanya terdapat kosong, warna putih, sama dengan warna balon putih kecil kecil yang jumlahnya 7 buah tadi. Dr. Dhamar secara perlahan menekan menu zoom in  sehingga gambar secara perlahan mulai mengecil. Rupanya bukan gambar mati, tapi real time dari Telstar, satelit pemantau NASA. Secara perlahan-lahan pula warna putih layar mulai berangsur-angsur memiliki bingkai menghitam. Semakin menghitam dan tebal. Dan mulai berujud. Wujud tersebut tidak lain adalah kerucut hitam nasi tumpeng. Dan warna putih, bukan hanya sekedar warna putih lagi sekarang, tapi sudah menjelma menjadi bola putih, si balon yang berjumlah tujuh awalnya menjadi satu balon raksasa besar yang hampir sebesar si nasi tumpeng  sendiri!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar