7.
Sabtu, 10.30
Waktu di ruang rapat kementerian meteorology dan geofisika terasa
sangat lambat. Bapak menteri lama sekali memberikan sambutan dan pengarahan. Dengan
masih berkonsentrasi pada jalannya acara, Dr. Dhamar Wicaksono sesekali melirik
arlojinya.
’24 jam!. Tak tahukan para pembesar ini, waktu sangat berharga’
Masih dilanjutkan pemaparan pergerakan lempeng bumi khususnya di
pulau Jawa selama 5 tahun terakhir. Walau pun tidak banyak komentar yang keluar
dari para peserta rapat, namun pemaparannya saja sudah membuat penantian yang
tak kunjung datang!
‘Silahkan bapak ibu yang akan memberi usul atau tanggapan. Yak,
saudara Dhamar, dipersilahkan’
Akhirnya!
‘Bapak ibu yang terhormat, perkenankan saya menyampaikan ini.’
Dhamar maju. Dimasukkannya memory-card
mungil ke dalam computer yang sudah stand
by di meja. Ditunggunya sebentar
sampai memory-card tersebut terbaca
oleh computer. Setelah terbaca, nampak file berextention .jpeg. Sejurus kemudian diaktifkannya file-file tersebut.
Secara runtut nampak gambar yang agak kurang jelas. Rupanya gambar itu adalah
gambar scan dari satelit, mirip klise
foto. Tidak jelas. Pulau Jawa. Semakin menyempit, gambar bergerak perlahan. Gambar
mulai bergerak perlahan, menyamping permukaan bumi, nampak sembulan punggungan
tanah tinggi, Gunung Merbabu. Masih hitam putih, gambar berikutnya
memperlihatkan bulatan-bulatan seperti beberapa buah balon kecil warna putih di
dalam sebuah benda mirip segitiga penyok-penyok hitam seperti nasi tumpeng. Ada sekitar 7 bulatan. Masih
hitam putih.
‘Bapak dan Ibu, ini foto hasil penelitian teman saya Mike Brown.
Bulatan putih adalah sejumlah gas panas yang terjebak di dalam bebatuan. Selama
batuan tersebut stabil, artinya tidak mengalami keretakan, kita bisa duduk
santai di atas gunung Merbabu. Namun, di saat batuan tersebut mulai retak dan
memperbolehkan gas panas tersebut untuk keluar, maka sangat berbahaya untuk
mendekatinya’.
Dr. Dhamar berjalan mendekati computer. Kembali ditarik keluar memori-card tersebut, dan digantinya
dengan satu buah dari sakunya. Sekarang kembali terlihat tampilan di layar. Masih terlihat gambar yang sama dengan
tayangan sebelumnya, 7 bulatan putih kecil di dalam segitiga hitam mirip nasi tumpeng. Namun, kali ini terdapat
sedikit perbedaan, di footer tayangan tersebut tertulis angka ‘2007’
‘Permisi Dr. Dhamar, bukannya itu laporan gambar pemantauan tahun
2007 yang lalu? Sekarang kita sudah di tahun 2015, bolehkan kami mengetahui keadaannya untuk
tahun ini?’ salah satu ibu mewakili para peserta rapat yang bisik-bisik penasaran,
mengajukan pertanyaan.
‘Tepat Ibu, dari mulai rapat tadi saya sudah cukup gelisah untuk
menyampaikan ini. Yang bapak ibu saksikan tadi memang penelitian Saudara Brown
tahun 2007, tepatnya 9 bulan setelah gempa dasyat DIY. Nah yang sekarang,’
Dr. Dhamar memencet remote pada tangannya sehingga slide berganti.
‘Ini yang tampak di tahun 2015. Sekarang.’
Apa yang
tertayang di layar agak membingungkan para peserta rapat. Pada layar hanya
terdapat kosong, warna putih, sama dengan warna balon putih kecil kecil yang
jumlahnya 7 buah tadi. Dr. Dhamar secara perlahan menekan menu zoom in sehingga gambar secara perlahan mulai
mengecil. Rupanya bukan gambar mati, tapi real
time dari Telstar, satelit pemantau NASA. Secara perlahan-lahan pula warna
putih layar mulai berangsur-angsur memiliki bingkai menghitam. Semakin
menghitam dan tebal. Dan mulai berujud. Wujud tersebut tidak lain adalah
kerucut hitam nasi tumpeng. Dan warna
putih, bukan hanya sekedar warna putih lagi sekarang, tapi sudah menjelma
menjadi bola putih, si balon yang berjumlah tujuh awalnya menjadi satu balon
raksasa besar yang hampir sebesar si nasi tumpeng
sendiri!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar