13.
Sabtu, 12.15 WIB
Tidak seperti biasanya, siang hari itu angin dari selatan bertiup
agak kencang. Debu di alun-alun utara keraton Yogyakarta berhamburan berputar membentuk corong angin dan berpilin
memutar kemudian bergerak dan zig zag tak beraturan dan akhirnya memudar
hilang. Daun pohon pohon beringin yang berada di pinggir dan tengah alun-alun
bergoyang ditiup angin. Arus lalu lintas pada pinggiran alun-alun seperti
enggan untuk bergerak kencang. Siang hari itu, siang yang kurang bergairah.
Di sebelah timur Siti Hinggil Keraton, Sultan Hamengku Buwono XI
sedang mengamati ayam jago kelangenannya yang sedang kepanasan, ditemani 2
orang abdi dalem.
‘Terik benar siang hari ini, mbah Soma’, Sultan berujar.
‘Iya sinuwun, sampai itu Jago pada menggeh-menggeh. Coba saya tambah air minumnya’, mbah Soma beringsut
menuju sebuah kamar mungil, kamar perlengkapan beternak ayam, yang berada ke arah
selatan dari tempat mereka bercakap-cakap.
‘Menurutmu, setelah cuaca panas begini, mbah Mangun, kira-kira apa
yang kemudian akan terjadi?’, Tanya Sultan pada salah satu abdinya, mbah Mangun
yang ikut merawat ayam-ayam kelangenannya.
‘Ya, biasanya ya terus turun hujan Sinuwun..’, jawab mbah Mangun
memperkirakan.
‘Yah, kemungkinan itu benar, Mbah Mangun..’, Sultan menghela nafas.
‘Asal memang betul-betul hujan sebenarnya, ya, SEBENARNYA!’, sambung
Sultan lirih sambil memandangi puncak Merapi yang sebentar kemudian bias oleh
silaunya matahari siang hari!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar