Selasa, 24 Mei 2016

Perjalanan ke Sendang Ratu Kenya Wonogiri (survey)

Hallo pembaca budiman, jumpa lagi dengan kami. Kali ini para pembaca kami ajak berkisah tentang survey ke Wonogiri; Sendang Ratu Kenyo dan waduk gajah mungkur. Seperti biasa, ketika hendak mengajak keluarga besar berlibur, kami mengadakan survey terlebih dahulu. Berikut kisah bergambarnya.
Ibu dan Tunjung bersiap siap

Perempatan ring road Yogya, jalan ke Wonosari

Puncak piyungan terlihat dari Jalan Wonosari

Pemandangan di sisi jalan, perjalanan ke gunung kidul

Tiba di jalan sebelah DPRD Gunung Kidul

Pemandangan pegunungan selama perjalanan setelah Wonosari

Jalanan yang halus, pagi pagi jalan jalan, segar sekali.....

Gunung kidul yang indah, mari datang ke gunung kidul, jalannya tidak mengecewakan...

Bukit bukit di sepanjanng perjalanan

Tunjung tiba di pelataran parkir Gua Maria Sendang Ratu Kenya Wonogiri

Ibu dan Tunjung berpose di dekat sumur yang airnya sangat bening

Tunjung dan Ibu berphoto di depan Gua Maria Sendang Ratu Kenya Wonogiri

Di depan plakat peresmian

Di depan Kapel. Letaknya di tempat tinggi, eksotic untuk weding, ayo siapa mau nyoba...

Di depan gua buatan. Bisa dimasukin dan duduk duduk santai

Penampakan.....

siap siap... 1..2..3...jepret......

Tunjung jadi raksasa. Di depan salib Milenium

Di samping Pieta

Perjalanan ke waduk Gajah Mungkur. Sudah kelihatan....

Ibu dan Tunjung tiba di pintu masuk waduk

Mau beli udang, nila bakar atau goreng, tersedia....

Tersedia fasilitas perahu pedal. Tapi ternyata, hanya pas air tinggi saja. Kalau surut susah jalan...

Beli maem dulu, soto....

Perjalanan pulang lewat Klaten

Demikian para pembaca budiman, sajian kisah bergambar jalan jalan ke Wonogiri, semoga bermanfaat, menghibur dan menginspirasi. Sampai jumpa, terima kasih, dan tetap semangat!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 15

15.       Sabtu, 12.25 WIB
Siang itu terik. Bapak guru Dipo Alam baru beres-beres ruangan tempat ia mengajar. Dibukanya sms dari istrinya.
‘jemput jam 1.30 an’
‘Oke, saya tak ke TPA dulu jemput Sekar, baru jemput istri’, gumam Dipo Alam sambil beringsut keluar ruang sambil tak lupa dikuncinya ruang kelas tersebut.
Mobil sedan putih tua sudah menantinya di parkiran bawah pohon sawo. Dipanasinya sebentar mobil tersebut. Jarak TPA anaknya dititipkan tidak terlalu jauh, kira-kira 2 km. Namun karena tepat di kemacetan tengah kota, maka memerlukan waktu agak lama untuk sampai.
Sekar sudah menunggunya. Dia sudah mandi dan makan. Bermain kejar-kejaran sama teman-temannya. Dia tersenyum gembira melihat bapaknya datang. Setelah berpamitan sama-teman-temannya, ia berlari ke loker mengambil tas. Sedangkan Dipo Alam memungut sepatu anaknya yang berada pada rak sebelah luar ruangan.


Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 14

14.       Sabtu, 12.20 WIB
Di atas awan, dalam badan Hercules yang melayang kalem, Dr. Dhamar membuka peralatan simulasi analisis pergerakan magma yang dia buat bersama rekannya, Mike Brown. Di dalam pesawat khusus ini, diperbolehkan membuka peralatan elektronik, dan telah diatur untuk tidak mengganggu jalannya penerbangan.
Peralatan itu berbentuk sebuah koper, yang apabila dibuka, terdapat tombol-tombol seperti keyboard pada laptop, dan monitor pada penutup kopernya. Ketika dibuka, maka terlihat layar monitor pada tutup kopernya, sedangkan di dalam koper terlihat papan ketik, keyboard tadi. Peralatan tambahan lain adalah, bahwa alat ini dilengkapi dengan antenna parabola. Ketika dibuka antenna tersebut akan muncul ke atas seiring pergerakan membuka tutup koper; mengerucut terlebih dahulu, baru kemudian mengembang menjadi parabola. Beberapa tentara melongo melihat dari kejauhan di tempat mereka duduk berimpitan di sepanjang tepian ruang badan pesawat. Dr. Dhamar agak sedikit geli dibuatnya.
‘tentara…’, gumamnya sambil terus mempersiapkan alatnya.
Dr. Dhamar segera  menyalakan peralatannya. Beberapa lampu pada instrumen terlihat mulai berkedip. Muncul rentetan tulisan yang bergerak ke atas pada monitor koper tersebut. Dr. Dhamar masih mengacuhkannya. Sejurus kemudian mencul beberapa tabel berisi angka-angka disertai grafik-grafik.

Lagi-lagi Dr. Dhamar melirik para tentara yang masih taat duduk berimpit sepanjang tepian ruang badan pesawat. Dan lagi lagi, mereka masih melongo menatapnya!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 13

13.       Sabtu, 12.15 WIB
Tidak seperti biasanya, siang hari itu angin dari selatan bertiup agak kencang. Debu di alun-alun utara keraton Yogyakarta berhamburan  berputar membentuk corong angin dan berpilin memutar kemudian bergerak dan zig zag tak beraturan dan akhirnya memudar hilang. Daun pohon pohon beringin yang berada di pinggir dan tengah alun-alun bergoyang ditiup angin. Arus lalu lintas pada pinggiran alun-alun seperti enggan untuk bergerak kencang. Siang hari itu, siang yang kurang bergairah.
Di sebelah timur Siti Hinggil Keraton, Sultan Hamengku Buwono XI sedang mengamati ayam jago kelangenannya yang sedang kepanasan, ditemani 2 orang abdi dalem.
‘Terik benar siang hari ini, mbah Soma’, Sultan berujar.
‘Iya sinuwun, sampai itu Jago pada menggeh-menggeh. Coba saya tambah air minumnya’, mbah Soma beringsut menuju sebuah kamar mungil, kamar perlengkapan beternak ayam, yang berada ke arah selatan dari tempat mereka bercakap-cakap.
‘Menurutmu, setelah cuaca panas begini, mbah Mangun, kira-kira apa yang kemudian akan terjadi?’, Tanya Sultan pada salah satu abdinya, mbah Mangun yang ikut merawat ayam-ayam kelangenannya.
‘Ya, biasanya ya terus turun hujan Sinuwun..’, jawab mbah Mangun memperkirakan.
‘Yah, kemungkinan itu benar, Mbah Mangun..’, Sultan menghela nafas.

‘Asal memang betul-betul hujan sebenarnya, ya, SEBENARNYA!’, sambung Sultan lirih sambil memandangi puncak Merapi yang sebentar kemudian bias oleh silaunya matahari siang hari!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 12

12.       Sabtu, 12.10 WIB
Dr. Damar telah membentuk tim inti penanggulangan kemungkinan terburuk krisis Merbabu. Tim terdiri dari kelompok tim. Satu tim berada di Jakarta sebagai kontrol pusat, satu tim ada di Yogyakarta, dan satu tim bantuan ada di Kalifornia, Amerika Serikat. Di Jakarta dipimpin oleh Alex Simatupang, Ph.D,  di Yogyakarta dipimpin oleh Dr. Sukotjo, di Kalifornia dipimpin oleh Mike Brown, dan Dr. Damar sendiri akan datang ke Merbabu yang nantinya akan ditemani oleh Dr. Sukotjo.
Prosedur penanggulangan bencana bukanlah hal baru bagi mereka. Namun, yang sekarang adalah tingkat awas. Hitungan letusan tinggal jam. Bukan hari, apalagi minggu.
Tanpa banyak kata, briefing siang itu berlangsung cepat. Secepat Dr. Damar mempersiapkan kopor bajunya. Ia akan langsung ke kaki merbabu siang itu untuk bergabung dengan tim Yogya pimpinan Dr. Sukotjo. Evakuasi.

Pesawat hercules TNI AU sudah siaga di Halim. Mesin telah dihidupkan. Bergegas Dr. Dhamar beserta kru besarnya yang terdiri dari puluhan orang ditambah puluhan tentara masuk ke badan Hercules. Sesaat kemudian, si Hercules sudah bergerak, membelok dan berlari hingga mengangkasa dengan suara gemuruhnya.

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 11

11.       Sabtu, 12.05 WIB
Yudith, sang reporter, sudah merasa di atas angin karena terbayang akan ditraktir Waskita dawet hitam depan kampus UGM. Sudah dua jam lewat lima menit, sang Bupati belum juga hadir. Walaupun belum dihadiri sang Bupati, panitia gladi bersih tetap mulai sesuai agenda. Mereka sudah mengatur tata upacara beserta petugasnya, memasang berbagai atribut dan bunga-bungaan. Tak lupa, tribun maha luas dengan beratapkan dedaunan alami dari tumbuhan menjalar sudah disiapkan beberapa bulan sebelumnya. Sungguh asri dan sejuk lokasi peresmian ini. Wajar bila besok sesudah acara peresmian ini, lokasi ini akan diubah fungsi menjadi arena bermain dan taman keluarga.
Lokasi pembangunan stadion pacuan kuda berada di sebelah timur badan gunung Merapi. Apabila berada di lokasi ini, memandang tepat ke utara akan terlihat puncak merapi secara jelas. Sedangkan apabila menyerongkan pandangan ke barat daya, seperempat dari gunung Merbabu akan kelihatan. Puncak dua  gunung seolah-olah terlihat bersebelahan sangat dekat, Merapi lebih tinggi, sedangkan Merbabu seolah-olah lebih rendah.
Tepat di sebelah barat stadion, terdapat jurang yang sangat dalam dan panjang mengarah ke selatan, sedangkan di sebelah timur jauh juga terdapat hal serupa. Stadion ini berada di antara jalur jurang mengarah ke selatan.
‘agar eksotik’, Ahmad Basuki membisiki sang Bupati kala itu.
Tepat jauh di atas stadion terdapat dinding batu beku, yang di antaranya terdapat garis-garis membujur dari atas ke bawah. Dinding itu seperti sengaja disemen, berdiri tegak dari barat sampai timur. Di atas bebatuan sudah tidak terdapat vegetasi tinggi lagi, tinggal rumputan dan beberapa perdu, sehingga menyediakan ruang untuk puncak Merapi dapat dengan jelas teramati.
 Sebagai wahana tambahan stadion, kecuali taman rekreasi keluarga, dibuatlah jembatan gantung yang melintasi jurang bagian barat, membujur dengan tali baja arah timur – barat. Mall dan villa terletak di kanan dan kiri stadion, berjajar mengarah turun ke selatan. Di tengah-tengahnya terdapat jalan yang sangat lebar dengan tetumbuhan rindang di tengah-tengahnya. Dua jalur jalan disediakan dengan devider terbuat dari bentuk-bentukan akar pohon dari semen. Panggung peresmian tepat di depan stadion, yang rencananya, ketika pita peresmian besok digunting, stadion akan terbuka dan ratusan ekor kuda-kuda puluhan juta rupiah akan dipacu oleh para joki keluar dari stadion.
Para kuli berita memasang alat peliput mereka sepanjang jalan utama ini. Yudith dan Waskita pun tak ketinggalan, ikut memarkir kendaraan dinas mereka di sebelah timur jalan. Sementara matahari mulai terik bersinar, Yudith sudah tidak tahan berlari mencari sejuknya di bawah rerimbunan pohon pinus kiri kanan jalan. Waskita tetap berada di dalam ruang kemudi mobil, sambil sesekali melongokkan kepala keluar mencari sejuknya angin yang berhembus perlahan.
Tak berapa lama kemudian, iring-iringan mobil sang Bupati melewati kendaraan mereka. Dengan sigap, mereka berdua bergegas mempersiapkan segalanya. Kamera dan mic siap dibawa lari. Dibiarkannya mobil mereka di tempatnya, sedangkan berdua mereka berjalan bergegas menuju pangung peresmian. Mobil Bupati diparkir di depan panggung dengan sembarang. Pak Bupati keluar diiringi dua ajudannya.
Sejurus kemudian Yudith terheran-heran melihat raut muka Waskita.
‘Dith, walau aku menang taruhan tidak jadi mentraktir dawet hitam ke kamu, pulang dari sini nanti kamu akan ku buat muntah dawet, minum dawet sampai kenyang! Belum pernah kulihat wajah pak Bupati seperti itu!’

Dua ekor burung gereja ikut memeriahkan acara gladi bersih itu dari atas pohon pinus. Salah satu dari mereka membawa sebutir bebijian. Sesaat kemudian, tanpa disengaja jatuhlah biji buah tersebut tepat di depan pak Bupati berjalan. Dipungutnyalah biji itu. Sejurus kemudian, sang Bupati  mengenali jenis biji buah itu. Ya, biji buah asam yang serupa dengan wajah masam, ya, sangat masam, yang sempat teramati Waskita!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 10

10.       Sabtu, 12.00 WIB
Di dalam bus juruan Magelang – Kopeng, Bayu dan rombongan terantuk-antuk dan sesekali terdengar tawa canda riang mereka. Tidak setiap saat, pengalaman terantuk-antuk dalam bus mereka jumpai di Yogya, paling kejedut-jedut dalam bus kota yang kerap mereka alami apabila berangkat kuliah.
Pemandangan gunung, terhampar sepanjang perjalanan. Mulai dari desa dengan rumah gunungnya; beratap seng, dinding dari bahan belahan kayu pinus, sampai pohon-pohon rimbun, pohon berdaun jarum. Sesekali kabut rendah menyergap bus mereka, sehingga pak sopir harus memelankan laju bus dan menyalakan lampu kabut. Padahal tengah hari, jam 12, namun apabila masuk kabut, bisa gelap segelap jam 6 sore.
Jalanan beraspal mulus, tetapi naik turun, ini yang membuat terantuk-antuk, bukannya aspal yang bolong-bolong. Pak sopir seolah-olah tidak dibuat kerepotan oleh jalan naik-turun tersebut. Sudah biasa.
Mobil pengangkut sayuran berulang kali berpapasan di jalan. Tidak mau ketinggalan pula mobil pengangkut pupuk kandang. Kalau mobil jenis ini yang lewat, sontak rombongan memegang hidung mereka. Belum lagi kalau ada yang terbang tertiup angin dan mampir masuk ke dalam bus, bisa bau semua!
Perjalanan dari terminal Magelang ke basecamp Thekelan Kopeng memakan waktu sekitar 1 jam perjalanan. Anak-anak tidak bosan, mereka saling bercakap dan menikmati pemandangan indah di kanan kiri. Penumpang naik dan turun. Warga gunung kebanyakan berbeda dengan masyarakat perkotaan. Budaya, tutur sapa, sopan santun, mereka jaga betul. Membuat perasaan nyaman bagi orang lain. Anak-anak suka mereka. Mereka ramah.
‘mereka tidak ja’im’ kalau Nora mengatakan.
Mendekati wilayah Kopeng, pemandangan semakin indah. Suhu semakin dingin. Anak-anak cekikian di dalam bis. Dari mulut mereka keluar asap puith apabila sedang berbicara. Anak-anak menyukainya.
Akhirnya sampai. Bus semakin memelan dan berhenti di sebelah kiri, tepat di depan toko makanan dan cinderamata Kopeng. Anak-anak bergantian keluar dari pintu samping bis bagian belakang. Dibantu pak kernet, tas dan perlengkapan mereka diturunkan dari bagasi. Anak-anak dengan cekatan memungut tas dan perlengkapan mereka yang diletakkan oleh pak Kernet di lantai beton teras toko. Setelah menyandang tas karier dan menenteng perlengkapan mereka, anak-anak menghampiri toko untuk sekali lagi berbelanja perlengkapan, siapa tahu ada yang kelupaan.
‘sarung tangan, aku lupa’, Bayu memberitahu teman-temannya.
Ternyata tidak hanya Bayu, Nora membeli kupluk, Hans masih menambah perbekalan roti manisnya, Gatot membeli korek api gas 2 batang.
‘Nah, siap sudah semua. Sudah ndak ada yang ketinggalan lagi? Endah, sudah dicek semua perbekalanmu?’ tanya Bayu kepada Endah yang terlihat duduk-duduk di teras toko.
‘Ah, gampang, nanti toh kalau kurang, aku dapat minta Gatot, dan mesti buatku semua! Ya gak Tot..?’
Gatot kembali nyengir
Selesai berbelanja di toko tersebut, anak anak bersiap menuju basecamp. Basecamp Thekelan berada di desa tertinggi, desa terakhir di gunung Merbabu dari jalur Kopeng. Sebelum tiba di sana, anak-anak harus melewati hutan wisata dan camping ground, hutan pinus milik perhutani dan menanjak mendaki satu bukit yang tinggi. Di sebelah hutan ini terdapat tempat wisata dan permandian Kopeng yang terkenal.
Melewati jalan beraspal rute bis kopeng tadi, kemudian berbelok ke kanan ke arah hutan pinus dan menurun  tajam menuju sungai kecil batas hutan dan perkampungan. Terdapat jembatan kecil dari cor semen, kemudian tetap harus juga berbasah-basah menyeberangi sungai kecil lagi, baru kemudian tracking naik tajam menuju puncak bukit. Pemandangan selanjutnya adalah ladang petani beserta jalan lapang seukuran lebar mobil pick up. Anak-anak menyusurinya. Sesekali berpapasan dengan petani yang menyunggi sayuran maupun pupuk kandang. Ramah, tentu saja mereka saling menyapa. Selesai dengan ladang dan jalan tanah, mulai masuk ke perkampungan, desa terakhir dan tertinggi di gunung Merbabu. Rumah ditata rapat antara satu dengan yang lain. Tidak terlalu tinggi, beratapkan bahan seng dan genting tanah liat biasa. Ada juga yang terbuat dari daun rumputan yang dikeringkan. Jalan berupa cor semen, dan semakin tinggi berganti berupa batu gunung yang ditata rapi. Beberapa ibu-ibu tengah sibuk mencuci wortel dengan air dari selang mata air gunung, sementara anak-anak mereka bermain kejar-kejaran di tanah lapang di antara rumah mereka. Setiap bertemu dengan pendaki, mereka teriak-teriak sampil melambaikan tangan,
‘hallo mas…hallo mbak’

mereka menyapa, dan Bayu beserta teman-temannya tak ketinggalan melambaikan tangan mereka dengan semangat!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 9

9.       Sabtu, 11.45 WIB
Masih di dalam ruang sidang badan Meteorologi dan geofisika,
‘secepat itukah mereka bergabung?’ Tanya Ibu tadi kepada Dr. Dhamar.
‘Iya Ibu, harus dicari solusinya terutama mengeavakuasi warga sekitar gunung’ jawab Dr.Dhamar.
‘Apa scenario terjelek apabila gas tersebut berhasil menemukan jalan keluarnya?’
‘awan panas yang tidak kelihatan, longsor, dan akhirnya bisa terjadi banjir lahar dingin dan lahar panas’
‘Hanya seperti itukah yang terjelek?’
‘dengan tanpa mengurangi rasa hormat dan campur tangan Yang di Atas, Ibu yang terhormat, apabila semua gas keluar bersamaan, kekawatiran saya, puncak tidak dapat menahannya sehingga gunung akan runtuh. Dan keruntuhan ini tidak sendirian, melainkan mengajak ‘saudara kembar’ gunung Merbabu, yakni gunung Merapi. Apabila ini yang terjadi, dipastikan Daerah Istimewa Yogyakarta akan masuk ke jurang lautan, dan ini belum selesai, lempeng Jawa akan terputus, dan ini mengakibatkan gempa hebat pada bagian lempeng yang tidak terjun ke lautan. Dan apabila gempa hebat ini udah selesai, penderitaan kita belum berakhir, karena desakan lempeng gempa tektonik akibat vulkanik ini, kemungkinan besar tsunami pasti terjadi. Dari hasil simulasi..’
Dr. Dhamar kembali menekuni komputernya,
‘ini yang terjadi, Jawa hilang, Kalimantan terendam, Sumatera tinggal separo, pulau-pulau kecil nusa tenggara lenyap, selawesi dan papua terendam’
Semua hadirin terdiam. Masih mengamati peta digital di depan ruangan. Belum ada yang berkomentar.
‘Bapak Ibu, rapat kita hentikan sekarang! Dr. Dhamar, tunjuk orang-orang yang Anda butuhkan. Anda saya tunjuk menangani masalah ini. Laporan saya tunggu satu jam lagi’ Ibu menteri berdiri dan memerintah.

Peta digital depan ruangan masih terpampang.

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 8

8.       Sabtu, 11.30
Terminal Magelang, Bayu dan teman-temannya harus berganti angkutan. Menuju basecamp Thekelan, pos pendakian gunung Merbabu yang terletak di kawasan wisata Kopeng, Salatiga. Ramai hiruk pikuk suasana terminal pagi itu, lebih sibuk dari hari biasanya. Maklum, akhir pekan banyak pelajar maupun pekerja yang pulang kampung dari kostnya di kota. Lumayan sudah ramai sepagi ini.
Anak-anak turun dari bus jurusan Jogja Semarang. Bergegas mereka menuju teras terminal jurusan kopeng. Belum juga menaiki mobil bus tanggung, bus dengan kapasitas 30 an penumpang. Pak kernet sibuk teriak-teriak menawarkan jurusan bus mereka.
‘merbabu mas, wekas opo  kopeng?’ Tanya sang kernet pada Bayu dan teman-temannya.
‘kopeng mas’  Bayu menanggapi
‘Ayo masuk, sebentar lagi berangkat, sini, tasnya biar saya taruh di bagasi. Berapa orang ini kok banyak sekali?’
‘5 orang pak, 3 laki-laki, dan 2 perempuan’
‘liburan ya mas?’
‘ah enggak, mumpung malam minggu pak’
‘iyalah mas, malam minggu, banyak yang mendaki..’ sambung pak kernet.
‘Pak kernet, saya ke kamar kecil dulu sebentar, ditunggu ya..’
‘tapi jangan lama-lama ya mas..’
‘oke’
Bayu bergegas ke kamar kecil disertai Gatot.

Kamar kecil itu terdapat di sisi selatan terminal,agak di belakang. Di sebelah timurnya terdapat sungai kecil, yang kalau diturut alirannya pasti berhulu dari lereng Merbabu. Di sebelah timur sungai terbentang dinding jurang lereng kaki merbabu, dan jauh mengarah ke atas, menjulang puncak merbabu yang samar-samar biru terlihat. Tidak seperti biasanya, sungai yang bening itu agak keruh. Keruh bukan karena lumpur karena saat itu bukan musim hujan. Keruh tersebut ternyata disebabkan banyak ikan sungai yang mati. Kucing-kucing panen raya, sampai wc tempat Bayu dan gatot buang air kecil dijadikan lumbung oleh para kucing. Bau kencing bercampur bau bangkai ikan sungguh membuat perut  muleg-muleg mau muntah. Spontan Bayu dan Gatot berlarian karena ulah si kucing.

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 7

7.       Sabtu, 10.30
Waktu di ruang rapat kementerian meteorology dan geofisika terasa sangat lambat. Bapak menteri lama sekali memberikan sambutan dan pengarahan. Dengan masih berkonsentrasi pada jalannya acara, Dr. Dhamar Wicaksono sesekali melirik arlojinya.
’24 jam!. Tak tahukan para pembesar ini, waktu sangat berharga’
Masih dilanjutkan pemaparan pergerakan lempeng bumi khususnya di pulau Jawa selama 5 tahun terakhir. Walau pun tidak banyak komentar yang keluar dari para peserta rapat, namun pemaparannya saja sudah membuat penantian yang tak kunjung datang!
‘Silahkan bapak ibu yang akan memberi usul atau tanggapan. Yak, saudara Dhamar, dipersilahkan’
Akhirnya!
‘Bapak ibu yang terhormat, perkenankan saya menyampaikan ini.’
Dhamar maju. Dimasukkannya memory-card mungil ke dalam computer yang sudah stand by  di meja. Ditunggunya sebentar sampai memory-card tersebut terbaca oleh computer. Setelah terbaca, nampak file berextention .jpeg. Sejurus kemudian diaktifkannya file-file tersebut. Secara runtut nampak gambar yang agak kurang jelas. Rupanya gambar itu adalah gambar scan dari satelit, mirip klise foto. Tidak jelas. Pulau Jawa. Semakin menyempit, gambar bergerak perlahan. Gambar mulai bergerak perlahan, menyamping permukaan bumi, nampak sembulan punggungan tanah tinggi, Gunung Merbabu. Masih hitam putih, gambar berikutnya memperlihatkan bulatan-bulatan seperti beberapa buah balon kecil warna putih di dalam sebuah benda mirip segitiga penyok-penyok hitam seperti nasi tumpeng. Ada sekitar 7 bulatan. Masih hitam putih.
‘Bapak dan Ibu, ini foto hasil penelitian teman saya Mike Brown. Bulatan putih adalah sejumlah gas panas yang terjebak di dalam bebatuan. Selama batuan tersebut stabil, artinya tidak mengalami keretakan, kita bisa duduk santai di atas gunung Merbabu. Namun, di saat batuan tersebut mulai retak dan memperbolehkan gas panas tersebut untuk keluar, maka sangat berbahaya untuk mendekatinya’.
Dr. Dhamar berjalan mendekati computer. Kembali ditarik keluar memori-card tersebut, dan digantinya dengan satu buah dari sakunya. Sekarang kembali terlihat tampilan di layar.  Masih terlihat gambar yang sama dengan tayangan sebelumnya, 7 bulatan putih kecil di dalam segitiga hitam mirip nasi tumpeng. Namun, kali ini terdapat sedikit perbedaan, di footer  tayangan tersebut tertulis angka ‘2007’
‘Permisi Dr. Dhamar, bukannya itu laporan gambar pemantauan tahun 2007 yang lalu? Sekarang kita sudah di tahun 2015,  bolehkan kami mengetahui keadaannya untuk tahun ini?’ salah satu ibu mewakili para peserta rapat yang bisik-bisik penasaran, mengajukan pertanyaan.
‘Tepat Ibu, dari mulai rapat tadi saya sudah cukup gelisah untuk menyampaikan ini. Yang bapak ibu saksikan tadi memang penelitian Saudara Brown tahun 2007, tepatnya 9 bulan setelah gempa dasyat DIY. Nah yang sekarang,’
Dr. Dhamar memencet remote pada tangannya sehingga slide berganti.
‘Ini yang tampak di tahun 2015. Sekarang.’

Apa yang tertayang di layar agak membingungkan para peserta rapat. Pada layar hanya terdapat kosong, warna putih, sama dengan warna balon putih kecil kecil yang jumlahnya 7 buah tadi. Dr. Dhamar secara perlahan menekan menu zoom in  sehingga gambar secara perlahan mulai mengecil. Rupanya bukan gambar mati, tapi real time dari Telstar, satelit pemantau NASA. Secara perlahan-lahan pula warna putih layar mulai berangsur-angsur memiliki bingkai menghitam. Semakin menghitam dan tebal. Dan mulai berujud. Wujud tersebut tidak lain adalah kerucut hitam nasi tumpeng. Dan warna putih, bukan hanya sekedar warna putih lagi sekarang, tapi sudah menjelma menjadi bola putih, si balon yang berjumlah tujuh awalnya menjadi satu balon raksasa besar yang hampir sebesar si nasi tumpeng  sendiri!

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 6

6.       Sabtu, 10.15
Bayu, bersama Hans, berjalan sepanjang koridor kampus. Mereka bergegas menuju tempat kediaman Hans, meletakkan tas kuliah mereka dan berangkat ke supermarket. Selesai sudah kuliah Pak Herman yang  berakhir keributan. Munculnya bau belerang yang tiba-tiba, memaksa semua sekuriti mengecek peralatan yang berlistrik. Semua kegiatan perkuliahan dihentikan sementara, dan polisi telah ditelpon. Agak ribut pagi itu. Bayu dan teman-temannya tidak ambil pusing dan segera mempersiapkan perbekalan naik gunung mereka.
‘Daftarnya mana Yu, biar segera selesai belanjanya’
‘Ini, kukantongi. Kita bergegas saja Hans, tidak banyak macamnya, tapi banyak jumlahnya, nih, semua pada nitip…’
Sampai di supermarket, dengan cepat mereka mengambil troli, dan menggelindingkannya sepanjang lorong supermarket. Mie instan, roti tawar dan manis, kopi three in one, klethikan, batu baterai untuk senter, gas  ukuran kecil, korek api untuk api unggun, sayuran dan bumbu pecel.
Selesai berbelanja, Bayu dan teman-temannya sudah kembali berkumpul di rumah Hans. Endah datang bersama Gatot, sedangkan Nora diantar oleh pacarnya. Mereka sudah ditunggu Bayu dan Hans yang tengah sibuk dengan carrier  mereka.
‘Itu, belanjaan titipan kalian. Harap dicek sendiri-sendiri ya’
Pagi itu cerah. Matahari bersinar terang, awan putih bergelombang tipis terentang di langit. Angin semilir malu-malu meniup daun pohon mangga depan rumah Hans. Tampak dari kejauhan kesibukan anak-anak, packing persiapan pendakian. Sebenarnya, lebih tepat apabila dikatakan picnic daripada kegiatan pendakian yang sesungguhnya, karena kegiatan mereka nanti adalah hanya  berjalan dan berjalan. Namun begitulah mereka menyebutnya, toh karena mereka juga benar-benar akan mendaki  sebuah gunung, yaitu gunung Merbabu.
‘Jangan lupa doom  nya Tot..’
‘Iya, ini sudah kuambilkan punya kakak saya. Kemarin barusan dipakai camping di PGSD, tapi dah tak cuci sekarang, dah bersih’
‘sekalian lampu badainya?’
‘iya Yu, nih, dah siap dengan minyak tanahnya..’
Bayu mengepak rapi tenda itu. Diikatnya erat-erat di atas carrier nya beserta matras dan sleeping bag nya. Setelah semuanya jadi dan telah siap, mereka mempersiapkan diri untuk berangkat. Hans sibuk memberesi perabot rumah, kursi meja yang tadi dipepetkan ke pinggir ruangan. Sejurus kemudian Bayu melihat tambang di atas almari rumah Hans. Diambilnya tambang itu.
‘Boleh saya pinjam Hans?’
‘Tentu saja boleh. Tumben bawa tambang segala kali ini Yu?’
‘Thanks’
Lalu diikatkannya menyelubungi tenda di atas carriernya tadi.
Bayu mengernyitkan alis tanpa berpikir lebih lanjut.
Just in case…just in case!

Dia bicara pada dirinya sendiri.

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 5

5.       Sabtu, 09.45 WIB
Persiapan peresmian itu sungguh sibuk sekali. Kendaraan lalu lalang, hlir mudik untuk mengangkut barang-barang untuk persiapan. Tak luput pula kuda-kuda balap yang harganya dapat untuk membeli sebuah dusun per ekornya!
Tak ketinggalan pers dan media turut nimbrung kesibukan itu. Mobil-mobil kerja mereka, dengan jenis dan eksterior khasnya, lambang-lambang stasiun tv atau radio, antena para bola di atas bodi mobil, seragam-seragam modis, dan tak ketinggalan; reporter dan juru rekam profesional mereka!
‘Datang gak?’
‘Pasti datang, walau hati menolak, namun tidak sanggup mencegahnya…itulah Bapak Bupati Sleman yang terhormat, Surip Wiroharjo, orang baik yang terjebak karena niat baiknya sendiri’.
Di bawah pohon rindang, di pinggir jalan , leyeh-leyeh pada bodi mobil dinas mereka, reporter stasiun tv siartv Yudith Nirmala dan cameramen I Gede Wastika, membicarakan Bapak Bupati mereka.
‘Sampai kapan bapak bupati akan hidup dalam keadaan seperti itu. Dan sampai kapan bisa bertahan’, Lanjut Yudith.
‘ya begitulah politik, pak Bupati tersandera yang namanya faktor kepentingan dan balas jasa’,  Wastika menimpali.
‘Dengar-dengar, pak bupati mulai renggang dengan sohip nya itu, si tender mega proyek Ahmad Basuki. Ku kira, pak bupati mulai tidak nyaman dengan relasinya selama ini, walau semua urusan kampanyenya dulu disokong penuh oleh  Ahmad Basuki’
‘Ya, namun tidak semudah itu melupakan Ahmad Basuki. Dan Ahmad Basuki buka orang yang mudah untuk dilupakan. Pasti rentetan tuntutan Ahmad Basuki akan berbuntut panjang yang biasanya aneh-aneh.’
‘Gini saja Was, kita taruhan. Di depan Bundaran Universitas Gajah Mada itu ada dawet ayu, pernah mencicipi to? Kalau Pak Bupati tak datang, kamu kalah, dan kamu bertangung jawab membuatku muntah dawet..’

Wastika mengangguk ragu..

Cerbung: "Volcano; 24 jam", Bab 4

4.       Sabtu, 09.30 WIB
Bupati Sleman, Surip Wiroharjo, tertegun bermuka masam di ruang kerjanya.  Surat permohonan peresmian lapangan pacuan kuda international berbiaya 3,4 trilyun, lengkap dengan hotel dan villa, serta megamall di kawasan kaki merbabu, tergeletak di meja kerja berlapis kaca. Selesai sudah proses pembangunannya yang supercepat. 3 tahun 4 bulan! Angkanya sama persis dengan biayanya.
Pemandangan hijau membentang, sebatas mata memandang terhampar di depan pak Bupati lewat jendela kaca berbingkai mika kecoklatan lantai 3 ruang kerjanya. Ditatapnya pemandangan itu dengan perasaan sendu dan sedih. Tergambar kembali deru truk truk yang mengangkut para warga yang harus diminta dengan suka rela meninggalkan tempat tinggal mereka dan juga ladang tembakau dan sayuran mereka untuk pergi ke daerah relokasi. Alibinya daerah berbahaya. Masih ingat juga bagaimana pulpen berkilat-kilat itu disodorkan supaya ia tanda tangan.
Masih ingat juga gemuruh pawai kampanye pencalonan dirinya. Waktu itu jam 10 siang, di tempat produksi penggergajian kayu sengon miliknya, beberapa orang berjas dan bersepatu mengkilap tampak berbicara serius dengannya. Pencalonan bupati sleman. Surip wiroharjo, pengusaha kargo kayu sengon, berpihak pada para petani tembakau dan sayuran, memberi lapangan kerja baru, bukan lagi menjadi petani melainkan pekerja di pabrik pengolahan kayu sengon, dengan imbalan gaji dan fasiltas perumahan. Tertanda, surip sumoharjo, calon bupati sleman. Sah.
Kendaraan berat bekerja siang malam meratakan lahan. Rumah-rumah berdinding kayu, ladang yang masih dipenuhi tanaman tembakau, selokan-selokan kecil dengan gemericik air bening pegunungan, gudang pupuk kandang yang baunya khas, rata semua dengan tanah. Tanah rataan yang luas, kosong, dengan latar belakang kontras pohon pinus kehijauan di kejauhan, ditambah papan nama proyek; ‘proyek pembangunan lapangan pacuan kuda international’, membuat surip lesu tidak berdaya. Di sisi lain, di sebalik punggung gunung, berhimpit rumah-rumah baru, tertata rapi berderet bak perumahan rakyat, rumah para pekerja pabrik pengolahan kayu sengon. Perumahan yang dipaksakan.
‘pak surip, kalau kenyataannya seperti ini, sebenarnya kami tidak mau. Kami pingin kembali tinggal di dusun kami lagi saja, dan kembali menggarap ladang tembakau dan sayur kami.’
‘pak surip, kawasan perumahan yang bapak bangun, terletak di kawasan sedimen merbabu yang usianya telah ratusan tahun bertahan. Dari pantaun badan meteorologi dan geofisika, bisa dimungkinkan terdapat kawasan tanah berongga yang sewaktu-waktu dapat kembali terbuka. Dan bisa membahayakan warga.’
‘percayalah pak surip, ini adalah tempat terbaik untuk perumahan baru warga. Dekat dengan pabrik, tersusun dengan perencanaan yang baik perumahan. Ditanggung aman.’
‘aku merasa ditipu, bune. Tapi aku sudah tanda tangan. Aku tidak bisa leda-lede.’
‘balon bupati menyejahterakan warga’
‘balon bupati membuat terobosan’
Telephon bordering. 003 ekstension sekretarisnya.
‘pak, kendaraan sudah siap. Gladi bersih dimulai 30 menit lagi. Bapak jadi menghadiri tidak?’
‘Baik. Saya akan berangkat.’
Tidak! Saya tidak mau!

Cerbung: "Volcano;24 jam", Bab 3

3.       Sabtu, 09.00 WIB
Getar hanphone sony Ericson menggugah perhatian Dipo Alam. Ah, dari istri tercinta. Diambilnya hp itu dari saku celananya, sambil duduk leyeh-leyeh di kursi putar warna biru, ditekannya pembuka kunci hp, memilih message dan membuka inboxnya.
‘mas, saya nanti pulang jam 1 an. Sekar biar main bersama dengan teman-temannya dulu. Ada tugas dadakan. Jemput Sekar dulu. Tak tunggu 1.30 an di depan kantor. Thx. Love u.’
Sambil mendorong mundur kursi  berodanya dengan sekali jejakan kaki di meja kerjanya, dipo alam tersenyum dan membalas,
‘ok, tak tunggu. Sekar biar saya kabari. Ini tadi Bayu sms jadi naik gunung bersama dengan teman-temannya. Jadi bayu pulang minggu sore. Oke honey, met kerja. Love u.’
Sambil mendesah dan senyum-senyum, dipo alam kembali menekuni komputernya, menyeleksi pekerjaan murid-muridnya mengenai pembangkit listrik tenaga panas bumi. Dieng, surganya PLTPB. Mana lagi ini, wah, ini malah luar negeri. Tulisannya anak kelas IPA 2. Artikel. Penulisnya Mike Brown, Caltech. Penerjemah Dr. Dhamar Wicakcono.
‘coba saya baca selengkapnya. Dasar anak-anak, ini tulisan asli! Mana malas sekali anak-anak, tugas copy paste internet! Teori alternative, global warming bukan karena ulah manusia semata-mata, melainkan kegiatan internal bumi juga berperan.’
‘wah, ini bukan pembangkit listrik!’
‘coba saya teruskan’
‘ketika sebuah gunung berapi melakukan erupsi, lorong pipa jalur lewatnya magma menuju permukaan bumi tidak seluruhnya membeku dan membatu. Pada pipa itu tersimpan gas panas yang terjebak. Selama bebatuan yang membeku mempertahankan posisinya, gas tersebut akan selalu berada di tempatnya. Namun ketika terdapat lubang pada bebatuan tersebut, maka secara spontan gas akan menerobos keluar sebagai gas panas’.
‘ini asyik bagi saya, namun sayang sekali tidak pas untuk tugasmu muridku tersayang! Oke, saya lanjutkan kembali’
‘gas panas selalu berbau belerang. Keretakan batuan pelindung disebabkan oleh getaran seismic. Gempa bumi penyumbang paling besar keretakan ini, di samping aktivitas manusia yaitu pengeboran maupun pengeboman’.
‘telah dilakukan eksperimen oleh mike brown,P.hd. dan rekannya Dr. Dhamar Wicaksono, menemukan tingkat korelasi…bla...bla…bla angka sekian..sekian’
‘ya..ya, oke penelitian mulai menarik. Fakta-fakta. Terjadi di beberapa wilayah. Hah? Diduga terjadi keretakan batuan di lempeng pulau jawa…akibat gempa dasyat 2006.. dan 2 tempat, jawa timur…jawa tengah di sekitar gunung merbabu!’
‘selanjutnya..penyuplai panas yang mempengaruhi pemanasan global bumi. Tidak terdeteksi, kapasitas kecil namun rutin…yang paling berbahaya apabila keluarnya gas panas diikuti ekstrusi magma secara diam-diam tidak terdeteksi dan tidak menimbulkan gempa. Sangat memungkinkan karena tipe magma merbabu sama dengan gunung merapi yaitu cair yang terwujud dalam lelehan tipe merapi. Sangat berbahaya,tanpa peringatan dini, tanpa gempa seismic dikarenakan lubang sudah tercipta terlebih dahulu sehingga tanpa tekanan gas yang berarti.’
Pak guru Dipo termenung diam. Dibaliknya lembar paper tersebut mencari lembar terakhirnya.
‘publikasi Caltech, mike …dharmar…, California, terjemahan..nah ini, tahun 2007.’
‘yah, sekarang sudah 2015. Kalau pun terjadi paling-paling sudah dulu-dulu, pas sama lumpur lapindo di jawa timur itu! Aman-aman…!

Namun sekali ini Bapak Guru Dipo keliru.

Cerbung: "Volcano;24 jam', Bab 2

2.       Sabtu, 07.30 WIB
Suara hiruk pikuk mahasiswa sains, memulai kuliah jam pertama. Bayu Setiaji, mahasiswa sains tingkat 3, asyik berembuk dengan teman-temannya di salah satu sudut ruangan. Bersama Nora, teman SMA-nya dulu yang sangat galak, Han si pendoa, dan Endah serta Gatot yang diam-diam saling jatuh cinta.
‘ke merbabu?’ , Nora bertanya
‘ya, gimana?’, jawab bayu
‘yang jalurnya agak landai dan tidak begitu menguras tenaga, pemandangan bagus, serta agak nyante, ya lewat kopeng saja. Lagian wana wisata sebelum sampai ke basecamp thekelan sangat sayang kalau dilewatkan’,  Han menambahkan.
‘saya manut saja, lagian senin juga sudah masuk, pokoknya yang penting refresing, nggak perlu lama-lama. Okelah, saya setuju lewat kopeng’, gatot menyatakan persetujuannya.
‘ya, ya, saya bagaimanapun setuju sepuluh kali dengan gatot, ya nggak tot?’ canda endah sambil mendorong gatot pura-pura. Gatot nyengir.
‘oke kalau begitu, nanti kita berkumpul di tempatnya mas Han sehabis kuliah jam 11 an. Saya juga masih harus pamit paman saya dulu di bantul. Barang-barangku masih ada di kos-kosannya Gatot, nanti saya dan Gatot mau belanja keperluan dulu. Atau ada yang mau nitip?’
Bayu dan teman-temannya akan berangkat naik gunung. Gunung merbabu kali ini jatuhnya pilihan mereka. Sudah banyak gunung mereka daki. Mulai dari gunung Slamet, Sumbing, Sindoro, Merapi, Merbabu, Lawu, dan Semeru.
Pak Herman, dosen geofisika sedang berbuih-buih menjelaskan furamol dan bom pada ledakan gunung api. Disertai dengan slide yang cukup menarik. Katanya, slide itu hasil karnyanya sendiri, hasil dari mengarungi samudera gunung-gunung seluruh muka bumi. Memang hebat orang ini, walau kelihatan sombong, namun begitulah kenyataannya. Tiba menjelaskan sulfur atau belerang, para mahasiswa terpingkal-pingkal, analoginya dengan orang buang gas. Memang karena baunya seperti orang buang gas. Slide demi slide menyajikan belerang. Belerang dan belerang. Bayu ingat cerita dengan pamannya tentang televisi;
‘yu, televisi sekarang yang paling bagus bukannya televisi yang 3 dimensi. Menurutku, tugasmu adalah membuat televisi yang bisa menyertakan bau sekaligus. Jadi ketika ada acara masak memasak, tercium juga bau gurih ayam gorengnya..’
Belerang. Bayu menatap slide buatan pak herman, tentang belerang. Itu gambar belerang, bukan ayam goreng. Dan menurut pak lik Dipo, pamannya, slide itu harusnya juga bisa memberikan bau belerang.

Bayu menoleh ke samping ruangan. Di tembok sebelah menempel dengan kuat AC Panasonic. 33 derajat. Berubah 34 derajat. Dengan cepat 35. 36. 37 derajat. Para mahasiswa tersentak, dan kompak memegangi krah baju mereka. Mereka saling berpandangan. Detik berikutnya, televisi cita-cita pak lik Dipo terwujud. Para mahasiswa sontak kaget dan buru-buru memegangi hidung mereka masing-masing. Bau belerang tercium di seluruh ruangan itu.

Cerbung: "Volcano; 24 Jam", Bab 1

1. Sabtu, 04.00 WIB
Lampu merah kecil di mesin fax berkedap-kedip. Belum juga ada tanggapan. Hampir 2 menit. Lima menit berikutnya bel jam weker menjerit. Sebuah tangan menggapainya. Bungkamlah teriakan weker itu. Satu jam berlalu. Lampu merah masih dicuekin.
Terdengar gebyuran orang mandi dari dalam kamar mes Badan Meteorologi dan geofisika pusat Jakarta, yang boleh dibilang layak huni. Cuaca Jakarta yang panas, memang sangat nyaman mandi pagi dengan air yang hangat suam-suam kuku. Air memantul mengenai kaca es pintu kamar mandi. Bayangan lelaki tipikel ilmuwan, jangkung, tidak tertalu kekar, berbalut handuk keluar dari kamar mandi sambil ngucek-ucek rambutnya yang baru saja keramas.

Lampu kecil merah masih setia merebut perhatiannya. Setelah mengibas-ngibaskan handuknya, lelaki yang punya nama Dr. Dhamar Wicaksono, staf ahli kementerian di bidang meteorology dan geofisika, lulusan Caltech amerika serikat  dan yang belum tertarik juga dengan mahluk wanita walau usia sudah kepala 4 ini, meraih kemeja kerjanya. Dikancingkannya lengan bajunya, membenahi kerah baju dan mulai memasang dasi. Di luar masih sepi. Jam weker memang sengaja disetel pukul 04.00 karena pagi ini ia akan menghadap bapak menteri membahas isu hangat menyangkut pergerakan magma di pulau jawa. Setelah rapi berdandan, sambil bersisir diperhatikannya mesin fax yang berkedap-kedip. ‘from california’. Sobatnya yang berada lab. Caltech. Mike brown, selalu memberi info-info terbaru seputar perkembangan kegunung-apian. Ditekannya tombol oke. Sejurus kemudian kertas putih meluncur keluar. Diikuti guratan hitam tulisan rintik-rintik. Diambilnya kemudian dibacanya. Belum begitu jelas, diulanginya dua kali. Tanpa sadar, untuk yang kedua kali, meluncur pelan kata-kata dari mulutnya; ‘sudah dimulai, posisi; gunung merbabu jawa tengah, estimasi waktu: 24 jam’.

Kamis, 19 Mei 2016

Perjalanan ke Gua Maria Tritis Gunung Kidul

Hallo pembaca budiman, selamat berjumpa dengan keluarga besar Andreas Suprono. Kali ini pembaca budiman akan kami sajikan kisah kami di Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Bantul, pantai Kukup dan Gua Maria Tritis Gunung Kidul. Mohon maaf, fotonya sedikit dan kecil. Tapi tak apalah, mari kita saksikan.
Di pantai Kukup. Mandi......

Senangnya main pasir dan air.... Asin.....

Berani gak ya....kata Tunjung....Aih...ombaknya datang

Menunggu yang lain di kios kios sepanjang perjalanan ke Gua Tritis Gunung Kidul

Tak kenal lelah, Tunjung bernyanyi menghibur seluruh penumpang pesawat


Anaknya siapa ini ya......

Mejeng dulu di Candi Ganjuran. Pada serius?

Lha ini dia para pendekar Candi Ganjuran. Mas Marshel melirik apa ya kok malu malu....

Tunjung dan aurel berpose di depan Candi Ganjuran

Ini siapa ya?

Pose keluarga besar. Eh, Ibu bawa bedil apa itu ya...o....untuk menyangga kaki? Sakit ya......

Demikian pembaca budiman perjalanan kami ke Candi Ganjuran, Gua Tritis dan Pantai Kukup. Smoga menghibur dan tetap semangat!

Berlibur di Pantai Glagah Kulon Progo

Jumpa lagi dengan kami para pembaca budiman. Kali ini para pembaca budiman akan kami suguhi tentang Pantai Glagah yang mulai banyak berbenah. Selamat menikmati.

Tunjung siap-siap untuk pergi ke Pantai Glagah

Old man Corolla yang siap mengantar kami

Tunjung ditemani boneka baby pink nya sangat ceria. Tapi nanti dulu, ternyata Tunjung menahan sesuatu...kira kira apa ya.......

Sampai di Wates. Melihat tugu kuda ini, sempat membayangkan kalau patung kudanya diganti es krim, pasti banyak yang meleleh leleh dan berjubel orang di bawahnya bawa gelas... hi hi ....aneh aneh saja

Sampai di pintu masuk Pantai Glagah dan berbelok sedikit ke timur terdapat wahana Dermaga Wisata yang berupa dermaga perahu yang akan naik

Ini papan nama Dermaga Wisatanya. Tempatnya bagus dan luas, sayang sepi pengunjung. Paling tepat memang digunakan untuk camping. Di pantai Glagah terdapat muara sungai di sebelah timurnya. Sepanjang sungai sangat teduh rindang, banyak digunakan untuk memancing maupun sekedar bercengkerama

Dari pelataran parkir, untuk menuju pantai para pengunjung dilewatkan kios kios yang menjual aneka macam, makanan, souvernir pakaian, minuman dan bahkan kolam kolam kecil untuk anak anak pun banyak dijumpai di sana

Tanjung buatan yang dibangun di sepanjang muara sungai, sebelah barat dan timur, sekaligus dilengkapi dengan balok pemecah ombak. Para pengunjung dapat berjalan menuju ke arah laut yang lebih jauh 

Mampir ke kios kelapa muda sembari nebeng duduk. Kalau siang hari panas, susah cari tempat berteduh. Untung pas kami kemarin ke sana, cuaca mendung, sehingga tidak terlalu terik.

Para pengunjung bermain air dan pasir di bibir pantai, dapat dilihat dari kios tempat kami duduk

Pemandangan muara sungai / teluk buatan dilihat dari tanjung buatan

balok pemecah ombak, sengaja diletakkan sembarang

muara sungai, nampak begitu tenang

Pengunjung yang mulai ramai berjalan hilir mudik di tanjung buatan

Air laut bertemu air sungai, jadinya apa ya....

Tunjung yang berlarian di kala ombak besar datang menghantam teluk yang menciptakan cipratan air yang kadang kadang sampai ke pengunjung

Ombak besar pantai Glagah

Air laut yang datang memasuki teluk muara sungai

Empang di sebelah utara pantai, begitu tenang cocok untuk berperahu atau memancing, atau sekedar duduk duduk santai di tepiannya

Ada juga perahu pedal

Nah, ini bukannya Tunjung takut air manyunnya itu, tapi ternyata dari rumah tadi Tunjung menahan sakit perut. Malamnya sempat BAB terus karena kebanyakan makan mie instan. Maka, bagi adik adik semua, harap dikurangi makan mie instannya, jangan banyak banyak, ndak sakit perut. Makan boleh, tapi jangan banyak banyak ya. Setuju?


Old man Corolla sedang istirahat menunggu kami di parkiran. Mari pulang Co...

Sesampai di rumah, Tunjung dijilati Liko. Terus Lik, jangan beri ampun.....

Demikian para pembaca budiman, kisah kami pergi ke pantai Glagah. Semoga menghibur dan menginspirasi. Sampai jumpa di lain kesempatan, tetap semangat!