Kamis, 19 Oktober 2017

Kehidupan 1. Ikut bapak bonceng sepeda


Rumah asli bapak Kulon Progo (kaliwiru). Sekitar 10 km dari rumah kami Sedayu. Biasanya malam minggu bapak mengajakku pergi ke rumah aslinya tersebut, yang ditinggali oleh Pak Dhe. Pergi ke Kaliwiru naik sepeda. Sepeda Onta. Saya bonceng bapak. Berangkat sore hari jam 4 sorenan. Sepanjang perjalanan yang kulihat sawah. Sawah yang ditanami padi. Karena ditanam dengan rapi, sampai garis garis membujurnya berderet deret kelihatan rapi membuatkan mengantuk. Sedangkan Bapak dengan tanpa lelah menggoes sepeda. Kadang kadang kakiku diikatkan pada sepeda agar tidak masuk roda. Perjalanan kurang lebih 30 menit, kami sudah sampai Kali Progo dan siap menyeberang. Menyeberangnya pakai perahu kecil atau biasa dinamakan gethek. Perahunya Cuma 1 dan bergantian kadang berada di seberang barat, kadang ada di seberang timur. Waktu kami tiba dan getheknya masih di sebelah barat, kami menunggunya, duduk duduk di bawah pohon jambu tamplok yang rindang. Angin semilir, bapak duduk di tanah sambil merokok dan bercelanan pendek dengan sarungnya digulung di pinggangnya. Sedangkan saya juga duduk di samping bapak, di tanah. Tak berapa lama perahu datang, kami antri memasukkan sepeda ke gethek, setelah itu cari tempat duduk. Bapak duduk di samping sepeda karena harus memeganginya. Sedangkan saya cari tempat duduk di ujung gethek karena saya senang bermain kecipakan air. Sampai tempat Pak Dhe masih sore menjelang petang. Biasanya Bapak ketika tiba di rumah Pak Dhe bukan kulonuwun, melainkan memukul kentongan yang berada di samping kandang sapi keras-keras. Lucu juga. Malam harinya, kami berkumpul rame rame di depan televisi sambil cerita cerita. Waktu itu belum banyak orang yang memiliki televisi. Pak Dhe punya. Televisi Pak Dhe menggunakan aki, karena listrik belum ada. Para tetangga sering datang. Anak anak seusisaya ikut nimbrung. Walaupun belum kenal, kami nggak masalah. Kadang kadang anak anak di lingkungan Pak Dhe menganggap kami orang hebat. Rumah Pak Dhe di gunung yang agak terpelosok. Anak anaknya ada yang tidak bersekolah. Maka ketika kami berkumpul, kadang kadang saya beri hiburan menggambar di tanah. Lantai rumah Pak Dhe masih tanah, dan agak kering berdebu. Anak anak duduknya di bawah, di lantai dengan tikar diberi alas tepang, sedangkan para orang tua duduk di atas dengan kursi papan kayu. Senang sekali, sampai sering ketiduran sampai pagi. Pulangnya kami diberi oleh oleh makanan tahu. Pekerjaan Pak Dhe menggiling tahu, di samping beternak dan bertani. Berangkat sebelum subuh, jam 4 malam. Menyusur pinggang bukit sampai ke Kali Progo kembali. Kadang kadang sepeda harus dituntun, saya mengikuti bapak dari belakang. Kadan merasa takut juga karena harus melewati kebun kebun yang gelap. Sampai di Kali Progo biasanya telah ramai para bakul tahu yang akan pergi ke pasar, juga akan menyeberang pakai gethek sama seperti kami. Bapak selalu mengenali mereka. Terus biasanya terlibat dalam percakapan. Sampai di rumah kembali masih pagi. Bapak kemudian bekerja, entah di kebun atau di sawah. Saya terus pergi main.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar